Gerakan Republik Maluku Selatan

  1. Latar Belakang

Bermula ketika Urbanus Pupella, pimpinan PIM mengeluarkan pernyataan tidak ingin masuk dalam federasi, tetapi mau bergabung dengan Republik Indonesia. Adanya hal teresebut Mr. Christiaan Soumokil, Jaksa Agung RIS yang anti-RI melakukan provokasi kepada pasukan-pasukan khusus baret merah dan hijau asal Ambon iniKegiatan provokasi yang dilakukan oleh Soumokil karena dibiarkan oleh Kolonel Schotborgh, Komandan tentara Belanda di Makassar. Schotborgh juga menjadi penyebab terjadinya kerusuhan di Makassar karena membiarkan Soumokil menghasut Kapten Andi Azis melakukan aksi pemberontakan di Makassar.Ambon menjadi tegang dengan kembalinya pasukan-pasukan khusus asal Ambon yang sebagaian besar terkena disersi, giat melakukan konfrontasi dengan barisan PIM dari Pupella yang saling berlawanan. Konflik di Ambon pun tidak terhindar pada 19 Februari 1950 terjadi perkelahian antara anggota-anggota PIM yang pro-Republik dengan anti-Republik yang di dukung oleh pasukan-pasukan khusus ini. Pada 12 Maret 1950, anggota PIM, di datangi 10 orang anggota polisi yang langsung mengeroyok dan menyiksanya. Begitu pula pada 17 Maret, anggota PIM didatangi anggota-anggota polisi yang menyiksanya hingga pingsan. di desa Wakasihu, pimpinan PIM setempat, Ohorella, dan ibunya juga harus mengalami siksaan tidak manusiawi.

Selain itu, latar belakang penyebab munculnya RMS adalah ketidakpuasan tokoh pendiri RMS dalam hal ini adalah Mr. Dr. Ch. R. Soumokil, dengan proses kembali ke negara kesatuan setelah KMB. Gerakan ini menggunakan unsur KNIL yang merasa tidak pasti terhadap kejelasan status mereka setelah KMB. Karena ditentukan bahwa dalam waktu enam bulan setelah pengakuan kedaulatan itu, tentara Belanda harus ditarik dari Indonesia dan KNIL dibubarkan atau disalurkan ke TNI.

  1. Tujuan

  • Melepaskan diri dari RIS (Republik Indonesia Serikat)

  • Mendirikan negara sendiri dengan nama RMS (Republik Maluku Selatan)

  1. Pembentukan

Tanggal 24 April 1950, mantan jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT), Dr C.R.S. Soumokil bersama rekan-rekannya memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), terpisah dari Republik Indonesia dan menetapkan Kota Ambon sebagai pusat pemerintah mereka.

  1. Pimpinan

Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama dan kini Frans Tutuhatunewa. Dr. Soumokil mengasingkan diri ke Pulau Seram. Ia di tangkap di Seram pada 2 desember 1962, dia dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan milter, dan di laksanakan di kepulauan Seribu, Jakarta pada 12 april 1966.

  1. Dukungan

Pasukan KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger), terutama bekas pasukan khusus KST (KorpsSpeciale Troepen) yang secara tegas menyatakan menolak untuk bergabung dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) sekaligus menolak perintah untuk melalukan demobilisasi

  1. Alasan Pembenaran Proklamasi RMS

  • Masalah hubungan daerah dengan RIS, yaitu bahwa “RIS sudah bertindak bertentangan dengan keputusan-keputusan KMB dan Undang-Undang Dasarnya sendiri”.

  • Hubungan daerah itu dengan Negara Indonesia Timur, yaitu bahwa “NIT sudah tidak sanggup mempertahankan kedudukannya sebagai negara bagian selaras dengan peraturan-peraturan Moektamar Denpasar (pertemuan tentang terbentuknya NIT) yang masih sah berlaku”.

  • Menurut mereka, Dewan Maluku Selatan membenarkan tindakan separatis itu.

  1. Struktur Gerakan

  1. Pemerintahan RMS di Belanda

Pemerintah darurat RMS terdiri atas kepala negara dan menteri-menteri. J.Wattilete sebagai Presiden Republik Maluku Selatan (RMS). Kepala negara mengetuai dewan kementerian. Pada saat ini menteri-menteri yang telah diangkat: Trientje Magdalena Solisa sebagai menteri Penerangan dan Pembentukan, Drs. Willem Victor Sopacua sebagai wakil kepala negara & menteri Maluku, dan Nationbuilding Ir. Edy Rahantoknam sebagai menteri Perkembangan dan Kerjasama

  1. Pemerintah RMS di Maluku

Dr. Alex Manuputty sebagai Pemimpin dan Koordinator, Simon Saiya sebagai penyelenggara eksekutif pimpinan pemerintahan RMS di Maluku, Frans Sanmiasa sebagai Menteri Dalam Negeri merangkap wakil penyelenggara pemerintahan, Markus Anakotta sebagai sekretaris, dan dilengkapi dengan tiga orang pengendali lapangan, serta lima orang pelaksana lapangan

  1. Usaha Pemerintah

Pemerintah Indonesia pada waktu itu (1950) menghadapi pemberontakan RMS dengan tiga opsi:

  • Opsi pertama, penyelesaian secara damai dengan pembicaraan-pembicaraan.

Dimulai pada 27 April 1950 dengan mengirim Dr J. Leimena (menteri kesehatan waktu itu), Ir Putuhena, Pellaupessy dan Dr Rehatta. Rombongan berangkat ke Ambon dengan korvet Hang Tuah. Merapat pada 1 Mei 1950, sebuah higginboot mendatangi Hang Tuah dengan Syahbandar Ambon sebagai pengantar surat yang berisi penolakan. Rombongan akan memberi surat balasan, tetapi higginboot itu telah diperintahkan untuk segera kembali, tak boleh menunggu. Leimena menyatakan, “Kami sesalkan bahwa mereka tidak mau menerima dan
berbicara dengan kami yang datang melulu untuk merundingkan hingga soal Maluku dapat diselesaikan dengan baik untuk kepentingan dan keselamatan seluruh nusa dan bangsa. Saya persoonlijk merasa ini sangat menyedihkan” (Jusuf A Puar, 1956).

  • Opsi kedua bila opsi pertama tidak berhasil, dilakukan blokade laut untuk memaksa mereka  bersedia berunding.

Dengan cara membolkade laut, dilakukan pada 18 Mei sampai 14 Juli 1950. Semua perairan Maluku diawasi dan kapal-kapal pemberontak dihancurkan. Pada 14 Juli diadakan pendaratan di Pulau Buru dan kemudian di pula-pulau lainseperti Seram, Tanimbar, Kei, dan Aru. Opsi kedua ini pun tidak bisa memaksa Soumokil bersedia berunding.

  • Bila opsi pertama dan kedua tidak berhasil, akan dilakukan opsi ketiga yaitu operasi militer, seperti pendaratan dan lain-lain.

Operasi militer, dilakukan di bawah kepemimpinan Kolonel Kawilarang, panglima Indonesia Timur saat itu. Operasi militer menumpas pemberontakan RMS yang terkenal dengan Gerakan Operasi Militer IV atau GOM IV. Komandan pasukan (brigade) adalah Letkol Slamet Riyadi. Rencananya: pasukan pertama didaratkan di Hitu, kemudian pasukan kedua di Tulehu, lalu pasukan ketiga di Ambon (RZ Leirissa, 1978). Mengingat persenjataan, sistem transportasi dan sarana komunikasi yang belum secanggih sekarang ini, operasi berlangsung lama. Operasi itu baru bisa mulai dilakukan September, dan baru Oktober APRI menguasai jazirah Hitu. Akhirnya pada 4 November 1950 benteng Nieuw Victoria dapat direbut APRI. Sisa-sisa angkatan perang RMS lari ke gunung dan banyak yang melarikan diri ke pulau-pulau sekitar pulau Ambon. Pimpinan angkatan perang RMS tertangkap
atau menyerah pada 1952. Soumokil sendiri baru tertangkap pada 1962.

  1. Reaksi terhadap Usaha Pemerintah

Karena adanya penangkapan yang dilakukan oleh pemerintah RI,maka para pemimpin teras RMS tersebut berinisiatif untuk menghindar sementara ke Belanda. Kepindahan pimpinan RMS ini mendapatkan bantuan sepenuhnya dari pemerintah Belanda pada saat itu, dengan adanya kesediaan bantuan dari Pemerintah Belanda untuk mengangkut sebagian besar rakyat Maluku dengan biaya sepenuhnya dari Pemerintah Belanda, maka sebagian besar rakyat di Maluku baik yang beragama Kristen maupun yang beragama Islam dan yang beragama lain memilih dengan kehendaknya sendiri untuk pindah ke Belanda. Pada waktu itu ada lebih dari 15.000 rakyat Maluku yang memilih pindah ke Belanda.

Pindahnya sebagian rakyat Maluku ini, oleh Soekarno-Hatta, diisukan sebagai ’PENGUNGSIAN PARA PENDUKUNG RMS’, lalu dengan dalih pemberontakan, pemerintah RI menangkapi para menteri RMS dan para aktifisnya. Lalu mereka dipenjarakan dan diadili oleh pengadilan menteri RI, dengan hukuman berat dan bahkan dieksekusi mati.

Leave a comment